“Rasa Malu” Part II
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Alhamdulillah, kita masih dipertemukan kembali di website Panti Asuhan Al Hakim ini. Maka dari itu, marilah kita syukuri karunia yang telah diberikan Allah subhanahu wa ta’ala yang tidak pernah tanggung jawab dalam memberikan rezeki. Tak lupa pula, shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Insya Allah kita nantikan syafa’at nya di yaumil akhir.
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain. Tetapi, apakah hanya itu ???
Malu terbagi ke dalam 3 jenis yang ke semuanya sudah pasti dimiliki oleh manusia. Apa sajakah itu ??? Berikut penjabarannya ….
-
MALU KEPADA DIRI SENDIRI
Terjadi ketika seseorang sedikit melakukan amal saleh kepada Allah dan inspirasi untuk umat dibandingkan orang lain. Malu ini mendorongnya meningkatkan kuantitas amal saleh dan pengabdian kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan umat.
-
MALU KEPADA MAKHLUK / MANUSIA
Ini penting karena dapat mengendalikan diri agar tidak melanggar ajaran agama, meskipun tidak memperoleh pahala sempurna lantaran malu bukan karena Allah subhanahu wa ta’ala . Namun, malu seperti ini dapat memberikan penghargaan dari Allah subhanahu wa taa’la karena ia terpelihara dari perbuatan dosa.
-
MALU KEPADA ALLAH subhanahu wa ta’ala
Ini malu yang terbaik dan dapat membawa kebahagiaan hidup. Orang yang malu kepada Allah subhanahu wa ta’ala , tidak akan melakukan kesalahan dan meninggalkan kewajiban selama meyakini Allah subhanahu wa ta’ala selalu mengawasinya.
Malu juga merupakan warisan para Nabi terdahulu, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi,
إن مما أدرك الناس من كلام النبوة الأولى, إذا لم تستح فاصنع ما شئت
“Sesungguhnya di antara perkataan nabi terdahulu yang tidak diketahui manusia jika tidak malu, maka lakukanlah sesukamu! ‘”
Maksudnya, ini sebagai hikmah kenabian yang sangat agung, yang mengajak kepada rasa malu , yang merupakan satu perkara yang diwariskan oleh para Nabi kepada manusia hingga kepada generasi awal umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di antara perkara yang didakwahkan oleh Nabi terdahulu kepada hamba Allah ‘Azza wa Jalla adalah berakhlak malu .
Sesungguhnya sifat malu ini senantiasa terpuji, respons baik, dan diperintahkan serta tidak dihapus dari syari’at-syari’at para Nabi terdahulu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebut – sebut oleh Allah subhanahu wa ta’ala sebagai seorang pribadi yang sangat pemalu, seperti yang telah tertulis di dalam firman – Nya yang berbunyi,
يا أيها الذين آمنوا لا تدخلوا بيوت النبي إلا أن يؤذن لكم إلى طعام غير ناظرين إناه ولكن إذا دعيتم فادخلوا فإذا طعمتم فانتشروا ولا مستأنسين لحديث إن ذلكم كان يؤذي النبي فيستحيي منكم والله لا يستحيي من الحق
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali jika kamu berasal untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan jika kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik yang membantu. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. “
[al-Ahzâb / 33:53]
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِـيْ خِدْرِهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pemalu dari pada gadis yang dipingit di kamar. ”
Imam al-Qurthubi rahimahullâh berkata, “ Malu yang dibenarkan itu adalah malu yang dijadikan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai bagian dari keimanan dan perintah – Nya, bukan yang berasal dari gharîzah (tabiat). Akan tetapi, tabiat tersebut akan membantu terciptanya sifat malu yang diusahakan ( muktasab ), sehingga menjadi tabiat itu sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki dua jenis malu ini, tetapi sifat tabiat beliau lebih malu dari gadis yang dipingit, sedang yang muktasab (yang diperoleh) berada pada puncak tertinggi. ”
Oke, sekian dulu pembahasannya kali ini. Kami ucapkan banyak maaf apabila dari artikel yang sudah tersampaikan terdapat satu atau banyak kata yang (mungkin) menyinggung sekalian pembaca.
Kami akhiri, wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.