Arti Bahagia Menurut Islam Part I
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Alhamdulillah, kita kembali bertemu di website Panti Asuhan Al Hakim ini. Maka dari itu, marilah kita syukuri bersama karunia yang telah diberikan Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya. Tak pernah lupa juga, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Insya Allah kita nantikan syafa’at nya di yaumil akhir. Sekarang, ada satu masalah umum yang akan kita bahas kali ini. Apa itu bahagia menurut Islam?
Deskripsi Bahagia Menurut Islam
Sahabat Al Hakim yang Insya Allah dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala di mana pun kalian berada sekarang,
Kebahagiaan merupakan kebutuhan asasi umat manusia. Banyak persepsi soal kebahagiaan. Sebagiannya sangat berorientasi pada duniawi. Sebagiannya ukhrawi, tak sedikit bahkan nihil orientasi.
Dalam tradisi Islam, kebahagiaan pada dasarnya merujuk pada salah satu kata dalam bahasa Arab yang disebut sa’adah. Sa’adah adalah kata bentukan dari suku kata sa’ada, yang berarti bahagia.
Menurut Imam al-Ghazali
Definisi bahagia, dalam tradisi ilmu tasawuf, seperti yang disampaikan Imam al-Ghazali, dalam karyanya yang monumental Ihya Ulumiddin, merupakan sebuah kondisi spiritual, saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan. Bahagia merupakan kenikmatan dari Allah . Kebahagiaan itu adalah manifestasi berharga dari mengingat Allah subhanahu wa ta’ala.
Menurut tokoh bergelar Hujjatul Islam ini, puncak kebahagiaan manusia adalah jika ia berhasil mencapai tahap ma’rifat, telah mengenal Allah subhanahu wa ta’ala. Ketahuilah, katanya, kebahagiaan datang bila kita merasakan nikmat dan kesenangan. Kesenangan itu menurut tabiat kejadian masing-masing.
Kesenangan mata ialah melihat rupa yang indah. Kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu. Demikian pula semua anggota tubuh yang lain dari tubuh manusia. Adapun kenikmatan hati ialah teguh ma’rifat kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hati itu dijadikan untuk mengingat Tuhan.
Seorang hamba rakyat akan sangat gembira kalau ia dapat berkenalan dengan wazir. Kegembiraan itu naik berlipat ganda kalau ia dapat berkenalan pula dengan raja. Tentu saja berkenalan dengan Allah merupakan puncak dari segala macam kegembiraan, lebih dari apa yang dapat dikira-kirakan oleh manusia. Tidak ada makhluk di dunia ini yang lebih mulia dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada ma’rifat yang lebih nikmat daripada ma’rifatullah. Benar-benar bahagia menurut Islam.
Allah subhanahu wa ta’ala sudah mengingatkan, andaikan penduduk suatu wilayah mau beriman dan bertakwa maka pasti akan dibuka pintu-pintu berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ajaran-ajaran Allah. Maka Allah mengazab mereka karena perbuatan mereka sendiri (al-A’raf [7]: 96).
“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan dengan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Allah memberikan kepada mereka pakaian, kelaparan, dan ketakutan disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (an-Nahl [16]: 112).
Sebuah syair dalam bahasa Arab menyebutkan,
“Wa-lastu araa as-sa’adata jam’u maalin wa-laakin at-tuqaa lahiya as-sa’iidu.”
Artinya,
“Kebahagiaan bukanlah mengumpulkan harta benda, tetapi takwa kepada Allah.”
Selain itu, definisi kebahagian juga dicoba diuraikan oleh para pemikir Muslim masa kini. Cendekiawan Muslim asal Bogor, Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas, mendefinisikan kebahagiaan sebagai kesejahteraan yang bukan hanya lahiriah. Kebahagiaan tidak merujuk pada ketenangan pikiran. Ini adalah keyakinan diri akan hakikat segala yang ada.
Kebahagiaan adalah keadaan diri yang yakin akan Allah subhanahu wa ta’ala. Kebahagiaan datang sebagai penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan dan menuruti batinnya. Kebahagiaan merupakan kondisi hati yang dipenuhi dengan iman dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu.
Kebahagiaan ialah keyakinan akan kebenaran akhir dan pemenuhan tindakan dalam kesesuaian dengan keyakinan tersebut. Kebahagiaan adalah kondisi permanen kesadaran yang alamiah terhadap apa yang permanen dalam manusia dan diterima hati (qalb).
Kebahagiaan merupakan kedamaian dan keamanan serta ketenangan hati (tuma’ninah). Kebahagiaan mengakibatkan seseorang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala. Kebahagiaan memunculkan keimanan. Pun, kebahagiaan merupakan pengenalan tentang Tuhan sebagaimana Dia menggambarkan diri-Nya dalam wahyu. Selain itu, juga mengetahui tempat yang benar dan tepat dalam alam ciptaan dan hubungan yang tepat dengan Pencipta.
Menempuh kebahagiaan dilakukan dengan melaksanakan apa yang diwajibkan, yaitu ibadah. Kondisi yang dihasilkannya berupa keadilan (’adl). Kebahagiaan dalam kehidupan bukan akhir terhadap dirinya sendiri, yakni bahwa akhir dari kebahagiaan merupakan cinta Tuhan.
Bilal bin Rabbah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi terus-menerus disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Sehingga dengan demikian, kebahagiaan tak dapat diukur dari takaran materi dan duniawi. Inilah salah satu bahagia menurut Islam.
Wallahua’lam.