“PPSP 1″(Pengetahuan Puasa Sunnah Part 1)
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. Alhamdulillah, kita kembali dipertemukan di website Panti Asuhan Al Hakim ini. Maka dari itu, marilah kita syukuri bersama karunia yang telah diberikan Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya. Tak pernah lupa juga, shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabiyullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Insya Allah kita nantikan syafa’at nya di yaumil akhir. Hari ini kita akan membahas sedikit tentang puasa puasa sunnah.
Sahabat Al Hakim yang Insya Allah dirahmati oleh Allah subhanahu wa ta’ala di mana pun kalian berada sekarang,
Puasa atau shaum (dalam bahasa Arab) merupakan tindakan sukarela dengan manghindar dari makanan, minuman, atau keduanya, perbuatan buruk dan dari segala hal yang membatalkan puasa untuk periode waktu tertentu. Pada praktiknya, puasa dapat menghalangi manusia dari aktivitas seksual dan lainnya serta makanan dan minuman.
Puasa sering dilakukan dalam rangka menunaikan ibadah, juga dilakukan di luar kewajiban ibadah untuk meningkatkan kualitas hidup spiritual seseorang yang melakukannya. Dilihat dari hukumnya, puasa sendiri dibedakan menjadi dua jenis yaitu puasa wajib dan puasa sunnah.
Puasa sunnah menurut ajaran Islam merupakan salah satu bagian ibadah sunnah yang dilakukan untuk mendapatkan cinta atau kasih sayang Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam ajaran Islam, puasa sunnah merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Menurut ajaran Islam, dengan melaksanakan puasa sunnah seseorang bisa mendapatkan beberapa keuntungan seperti menjadi orang-orang yang disayangi Allah subhanahu wa ta’ala serta mendapatkan pundi pahala.
Dalam menjalankan puasa sunnah harus memasang niat untuk mendapatkan kasih sayang Allah dan puasa sunnah yang dilakukannya juga atas dasar cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang melaksanakan atau menjalankan puasa puasa sunnah merupakan atas dasar kehendak diri mereka sendiri jika ingin berpuasa dan jika tidak boleh dibatalkan walaupun tanpa halangan.
Lalu, apa saja puasa puasa sunnah tersebut? Berikut ulasannya….
-
Puasa ‘Arafah
Puasa ‘Arafah merupakan puasa sunnah yang dikerjakan pada hari kesembilan bulan Dzulhijjah bagi mereka yang tidak melaksanakan ibadah haji. Dalam sebuah hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
“Tiada amal yang soleh yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih disukai daripada hari-hari ini (sepuluh hari pertama di dalam bulan Dzulhijjah).”
(al-Bukhari).
Di dalam Taudhih Al-Ahkam, asy-Syaikh ‘Abdullah al-Bassam berkata,
“Puasa hari ‘arafah merupakan puasa sunnah yang paling utama berdasarkan ijma’ para ulama.”
Jika puasa ‘arafah disunnahkan bagi mereka yang sedang berhalangan untuk melaksanakan ibadah haji, lalu bagaimana dengan mereka yang sedang melaksanakan ibadah haji di tanah suci itu sendiri?
Imam As-Syafi’i telah berpendapat bahwasanya bagi mereka yang saat itu sedang melaksanakan ibadah haji di ‘Arafah akan lebih baik apabila mereka tidak melakukan puasa di hari itu, dengan tujuan agar mereka kuat dalam berdo’a serta mengerjakan ibadah haji di sana.
Imam Ahmad radhiyallahu ‘anhu pun mengatakan bahwa,
“Jika ia sanggup untuk berpuasa maka boleh berpuasa, tetapi jika tidak hendaklah ia berbuka, sebab hari ‘Arafah memerlukan kekuatan (tenaga).”
Di antara keutamaan dari menjalankan puasa ini adalah,
1. Menghapuskan dosa selama dua tahun yakni satu tahun sebelumnya dan satu tahun ke depan.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau bersabda,
“Puasa tersebut menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun berikutnya.”
(Imam Muslim)
2. Dapat membebaskan kita dari siksa api neraka.
Sebagaimana pernyataan yang dikeluarkan oleh sebagian besar ulama, menyatakan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kebebasan dari api neraka di hari ‘Arafah bukan hanya bagi jamaah haji yang sedang melaksanakan wukuf di padang ‘Arafah, melainkan juga kepada kaum muslimin yang sedang tidak berhaji.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari api neraka adalah hari ‘Arafah. Dia akan mendekatinya lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman, ‘Apa yang diinginkan oleh mereka?’”
(Imam Muslim)
3. Dikabulkannya Do’a.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah. Dan sebaik-baik yang aku ucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelum diriku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadiir (Tidak ada Ilah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nyalah segala kerajaan dan segala pujian, Allah Maha Menguasai segala sesuatu).”
(at-Tirmidzi)
-
Puasa di Sembilan Hari Pertama Bulan Dzulhijjah
Di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, umat muslim dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti berdzikir, beristighfar, berdo’a, bersedekah, serta yang paling ditekankan adalah mengerjakan puasa. Mengapa? Karena keutamaan bulan Dzulhijjah di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah sebanding dengan kita berpuasa selama setahun penuh serta seperti kita mengerjakan sholat setiap malam yang sebanding dengan sholat pada malam Lailatul Qodar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tiada sebarang hari pun yang lebih disukai Allah dimana seorang hamba beribadah di dalam hari-hari itu daripada ibadah yang dilakukannya di dalam 10 hari Dzulhijjah. Puasa sehari di dalam hari itu menyamai puasa setahun dan qiyamulail (menghidupkan malam) di dalam hari itu seumpama qiyamulail setahun.”
Dalam Hadist yang diriwatkan oleh Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa sembilan hari di awal bulan Dzulhijjah, di hari ‘Asyura, dan tiga hari di setiap bulan yaitu hari Isnin yang pertama dan dua hari Khamis yang berikutnya.”
(Imam Ahmad dan an-Nasa’i)
Keutamaan berpuasa di sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah antara lain,
1. Diampuni segala dosa-dosanya oleh Allah subhanahu wa ta’ala .
2. Diibaratkan seperti orang yang sedang beribadah dan berpuasa selama satu tahun tanpa melakukan perbuatan maksiat.
3. Do’anya akan dikabulkan Allah subhanahu wa ta’ala .
4. Segala kesusahan, kemelaratan dan kefakirannya akan dihilangkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan pada hari kiamat, juga ditempatkan bersama orang yang baik, mulia dan terhormat.
5. Dapat terhindar dari sifat munafik dan siksa kubur.
6. Mendapatkan rahmat dan kasih sayang dari Allah subhanahu wa ta’ala dan dibebaskan dari adzab.
7. Akan terhindar dari 30 pintu kemelaratan dan kesukaran serta terbuka 30 pintu kemudahan dan kesenangan baginya.
8. Mendapatkan pahala yang tak terhingga.
9. Diampuni dosa-dosanya setahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang.
-
Puasa Tasu’a
Puasa tasu’a adalah salah satu puasa puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharram. Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada keesokan harinya yaitu di tanggal 10 Muharram. Kenapa harus begitu?
Karena di hari yang sama yaitu tanggal 10 Muharram itu orang-orang Yahudi juga melakukan puasa. Jadi melakukan puasa di tanggal 9 Muharram untuk mengiringi puasa keesokan harinya akan mampu membedakan kita dengan puasa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah melaksanakan puasa ‘Asyura dan beliau memerintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu juga, ada beberapa sahabat yang berkata yang artinya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jika datang tahun depan, Insya Allah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram)”
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma melanjutkan,
“Namun, belum sampai menjumpai Muharam tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah wafat.”
(Imam Muslim).
-
Puasa ‘Asyura
Ini merupakan satu dari puasa puasa sunnah yang dilakukan pada keesokan hari setelah melakukan puasa sunnah tasu’a. Imam As-Syafi’i dan pengikut madzhabnya, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan bahwa dianjurkan menjalankan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh pada bulan Muharram secara berurutan.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seutama-utama puasa setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu, ialah shalat malam.”
(Imam Muslim)
Dari Abu Qatadah Al Anshari radhiallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai puasa pada hari ‘Asyura, beliau menjawab,
“Ia akan menghapus dosa-dosa sepanjang tahun yang telah berlalu.”
(Imam Muslim)
Dari penjelasan di atas maka jelas sudah bahwa puasa sunnah yang satu ini adalah salah satu di antara puasa puasa sunnah yang terbaik dan terutama setelah menjalankan puasa Ramadhan, dan keutamaannya adalah Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni semua dosa setahun yang lalu. Yang dimaksud dengan semua dosa di sini adalah dosa yang kecil, sedangkan untuk dosa besar tidak akan diampuni oleh Allah subhanahu wa ta’ala kecuali dengan taubat dan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena sudah terlalu panjang, maka kami akhiri dulu untuk bagian ini. Sampai jumpa lagi di “PPSP”(Pengetahuan Puasa Sunnah) selanjutnya. Kami akhiri.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.